Hakikat, Pengertian, Macam, Menurut Syariat

hak-asuh-anak-1749947-3927758-png

Table of Contents

Sifat perceraian

Perceraian adalah perpisahan atau putusnya hubungan suami istri. Di antara keduanya dilarang melakukan aktivitas seksual, serta bebas dari hak dan kewajiban sebagai suami istri.

hak-asuh-anak-6027734

Sebenarnya, perceraian adalah jalan terakhir. Seperti pintu darurat, hanya dilewati jika tidak mungkin menyelamatkan bahtera rumah tangga. Oleh karena itu, perceraian harus menjadi “pemadam api”, bukan menambah kobaran api konflik. Artinya perlu dijelaskan syariat, siapa yang memiliki hak asuh anak (hadhanah).


Definisi Hadhana

Hadhanah menurut bahasa adalah Al-Janbu artinya dekat atau dekat. Sedangkan menurut ketentuan, mengasuh anak laki-laki atau perempuan yang masih kecil dan belum mampu mandiri, melindungi kepentingan anak, melindunginya dari segala sesuatu yang dapat merugikan dirinya, mental dan fisiknya serta mendidik akalnya. agar anak dapat berkembang dan mengatasi permasalahan hidup yang akan dihadapinya.

Pengertian ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sayid Sabiq bahwa Hadhanah memelihara anak yang masih kecil laki-laki atau perempuan atau yang sudah dewasa, bukan mumayyiz tanpa kehendak siapapun, dan melindunginya dari sesuatu yang menyakiti dan merusaknya. , untuk mendidik mereka secara fisik dan mental sehingga mereka dapat berdiri sendiri menghadapi hidup dan menerima tanggung jawab untuk itu


Landasan hukum dan ketentuan Hadhanah

Hubungan antara orang tua dan anak dalam hal ini merupakan hubungan wajib yang tidak dapat diputuskan atau dihalangi oleh keadaan apapun, baik karena perceraian atau kematian salah satunya, tidak menyebabkan putusnya kewajiban terhadap anaknya sesuai dengan QS Al- Baqarah ayat: 233

Itu berarti:”Para ibu wajib menyusui anaknya selama dua tahun penuh, yaitu kesempurnaan menyusui dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada ibu dengan cara yang baik.

Ayat tersebut dimaklumi bahwa seorang ayah wajib memberikan nafkah kepada istri dan anak-anaknya, sedangkan dalam mengurus anak setelah terjadi perceraian antara suami dan istri, tampaknya yang diutamakan adalah ibu yang paling berhak mengasuh. mereka.

Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh At-tirmidzi:

Itu berarti:”Dari Ibnu Syuaib dari bapaknya dari kakeknya yaitu Abdullah bin Umar dan sesungguhnya seorang wanita berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya anakku adalah perutku adalah kantongnya, pangkuanku adalah tempat duduknya, dan susuku adalah minumannya, maka setelah mendengar pengaduan tersebut, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Kamu lebih berhak mengasuh anak selama kamu belum menikah dengan orang lain.”

Hadits ini menjadi dalil bahwa ibu lebih berhak dari pada bapaknya, jika bapak ingin memisahkannya dari ibunya, hal di atas sebenarnya mengandung peringatan dengan syarat ketentuan hukum yang ditetapkan dalam gagasan tentang hati nurani yang sehat. Para sahabat Abu Bakar dan Umar memutuskan hal yang sama berdasarkan hadits ini, dan juga berpendapat bahwa ibu meninggal saat merawat dan mengasuh anaknya juga telah disepakati oleh mayoritas ulama.

Sedangkan keputusan ketika anak sudah bisa memilih apa yang baik untuknya sesuai dengan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah:

Itu berarti:”Dari Abu Hurairah berkata: Sesungguhnya seorang wanita berkata: Wahai Rasulullah, sebenarnya suamiku akan mengambil anakku, meskipun dia menyukaiku, dia bisa mengambilkan air minum untukku dari sumur Abu Inabah.

Setelah suaminya datang, Nabi SAW bersabda kepada sang anak: Hai anak, ini ibumu dan ini ayahmu, peganglah tangan yang mana salah satu dari keduanya yang kamu sukai, kemudian anak itu memegang tangan ibu dan wanita itu. pergi dengan anaknya.”

Menurut ulama Al-hadwaiyah dan Hanafiyyah, tidak perlu disuruh memilih kata-kata mereka: ibu lebih penting bagi anak sampai dia mampu mencukupi kebutuhannya sendiri, ayah lebih berhak atas dirinya . Pendapat ini sesuai dengan pendapat Imam Malik


Jenis Hadhana

Hadhanah adalah kebutuhan atau kebutuhan untuk kemaslahatan anak itu sendiri, sehingga meskipun orang tuanya ada hubungan keluarga atau bercerai, anak tersebut tetap dapat memperoleh perhatian dari kedua anaknya.

  1. a) Hadhanah selama pernikahan

UU No. 1 Tahun 1974 pasal 45, 46, 47 sebagai berikut:

Pasal 45:

  1. Kedua orang tua wajib mendidik dan mengasuh anaknya sebaik mungkin.
  2. Kewajiban-kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini berlaku sampai anak itu menikah atau berdiri sendiri dan berlanjut sekalipun perkawinan antara kedua orang tua itu putus.

Pasal 46:

  1. Anak wajib menghormati orang tuanya dan menuruti keinginannya dengan baik.
  2. Jika anak sudah dewasa, ia wajib menjaga kemampuannya, orang tua dan kerabatnya dalam garis lurus, jika mereka membutuhkan bantuan.

Pasal 47:

  1. Anak yang belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah menikah berada di bawah kekuasaan orang tuanya, selama kekuasaannya tidak dicabut.
  2. Orang tua mewakili anak mengenai perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan.

Dalam hal ayat 1 pasal 47, ditentukan bahwa kuasa salah satu atau kedua orang tua dicabut oleh orang tua atas permintaan orang tua lain, keluarga anak dalam garis lurus dan saudara kandung yang sudah dewasa atau pejabat yang berwenang dengan penetapan pengadilan. bahkan jika dicabut, mereka masih terikat.

Akan tetapi, orang tua tetap memiliki kewajiban untuk membiayai nafkah anak (ayat 2) terkait dengan pemeliharaan anak juga, orang tua juga memiliki tanggung jawab yang berkaitan dengan materi. Dalam pasal 106 KHI disebutkan bahwa orang tua wajib memelihara dan mengembangkan harta kekayaan anaknya yang belum dewasa atau dalam perwalian dan orang tua bertanggung jawab atas kerugian yang diderita akibat kesalahan dan kelalaian kewajiban.

Bersama dengan KHI pasal 98 dan 99 tentang pengasuhan anak:

Pasal 98:

  1. Batasan usia anak yang dapat berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun, sepanjang tidak cacat fisik atau mental.
  2. Orang tua mewakili anak-anaknya dalam segala tindakan
  3. PA (Pengadilan Agama) dapat menunjuk anggota keluarga terdekat yang mampu jika orang tua tidak mampu.

Ahmad, Abu Daud dan Al-Hakim meriwayatkan atas otoritas Abdullah bin ‘Amr: Bahwa seorang wanita berkata, “Wahai Rasul Allah, sesungguhnya ini anakku, ini adalah rahimku yang melahirkannya, dan inilah buah dadaku yang akan menjadi minumannya dan hariku yang melindunginya. Tapi ayahnya menceraikanku dan ingin menceraikan anakku juga.” Maka Rasulullah bersabda: “Kamu lebih berhak atas anak, selama kamu tidak menikah (dengan orang lain).”

Begitu pula ketika Umar bin Khattab menceraikan Ummu Asim dan berniat mengambil Ashim bin Umar dari pengasuhan mantan istrinya. Keduanya pun mengadukan masalah ini kepada Abu Bakar ra selaku amirul mukminin saat itu.

Abu Bakar berkata, “Rahim, kandungan dan asuhan Ummu Asim lebih baik untuk Ashim daripada kamu (Umar) sampai Asim tumbuh dewasa dan dapat menentukan pilihan untuk dirinya sendiri.”

Ayah dan ibu adalah orang tua dari anak-anaknya. Sekalipun ayah dan ibu berpisah, anak tetap berhak mendapatkan cinta dan kasih sayang dari keduanya. Sang ayah tetap berkewajiban merawat anaknya. Anak berhak menjadi ahli waris karena merupakan bagian dari garis keturunan ayah dan ibunya. Bahkan anak perempuan harus dinikahkan oleh ayah mereka, bukan ayah tiri mereka.

Bagaimana nasib ibu janda? Seorang ibu yang menjanda karena suaminya menceraikannya berhak mendapat nafkah dari suaminya sampai masa iddahnya berakhir (tiga rakaat) dan upah untuk mengasuh anak baik selama masa iddah maupun sesudahnya sampai anak tamyiz. fase (pintar) dan melakukan takhyir yang memungkinkan dia untuk memilih untuk berpartisipasi ibu atau ayah

Jika anak belum mencapai tahap tamyiz (pintar), maka ibu tetap wajib mengasuh anaknya. Jika ibu tidak mampu mengasuh anaknya (misalnya karena: kafir/murtad, gila dan sebab-sebab hukum lainnya yang tidak memungkinkan untuk mengasuh dan mendidik anaknya), maka pengasuhan oleh ibu dapat dilakukan (nenek dari anak) kepada generasi berikutnya. Jika setiap anggota keluarga, mulai dari ibu sampai anak dan seterusnya, tidak mampu merawatnya, maka menjadi kewajiban ayah untuk merawatnya atau mencarikan pengasuh yang mumpuni untuk mengasuh dan mendidik anak-anaknya.

Pengasuh yang dipilih bisa jadi adalah ibu bapak (nenek dari anak) hingga generasi penerus. Bisa juga wanita lain yang memenuhi syarat untuk membesarkan anak. Syarat seorang pengasuh anak adalah sudah dewasa dan cerdas, mampu mendidik, handal dan berbudi luhur, beragama Islam dan belum menikah. (Fiqh Anak, 2004. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo).

Perceraian itu pahit. Namun, perceraian lebih baik untuk dipilih daripada kehidupan rumah tangga menjadi lebih buruk sehingga dapat menimbulkan berbagai kemaksiatan. Tugas ayah dan ibu selanjutnya adalah memupuk rasa cinta dan kasih sayang kepada kerabatnya agar anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut tidak mudah durhaka. Entah itu ibu, ayah atau keduanya. Hal ini karena ayah dan ibu adalah orang tua dari anak tersebut.

Sehingga fenomena yang terjadi seperti perebutan hak anak, mengadu ke Komisi Perlindungan Anak atau LSM yang mengasuh anak, seharusnya tidak terjadi. Hal tersebut justru dapat menimbulkan stres pada anak. Selain itu untuk mencegah anak bertemu dengan ayah atau ibunya. Oleh karena itu, tidak heran jika anak menjadi depresi dan membenci salah satu atau kedua orang tuanya. Inilah saatnya memutus lingkaran setan kesalahpahaman tentang hak asuh anak (hadhanah) menurut hukum Islam.


Pengawasan terhadap anak-anak yang tidak memiliki Mumayyiz

Jika mengacu pada ketentuan Pasal 105 UUD

Islam menyatakan dalam kasus perceraian:

  1. Pendidikan anak apa tidakmumayyizatau di bawah usia 12 (dua

lima belas) tahun adalah hak ibu;

  1. penitipan anak yang adamumayyizdiserahkan kepada anak untuk

memilih antara ayah atau ibu sebagai pemegang hak pemeliharaan;

  1. Biaya perawatan ditanggung oleh ayahnya.

Sedangkan menurut fikih 5 madzhab :

  1. Hanafi: 7 tahun untuk laki-laki dan 9 tahun untuk perempuan.
  2. Syfi’i : Tidak ada larangan untuk tetap bersama ibunya sampai dia dapat menentukan atau memikirkan apa yang baik untuknya. Namun, jika ingin bersama ayah dan ibu, maka diundi, jika anak diam, berarti dia memilih ibunya.
  3. Maliki: laki-laki sampai baligh dan perempuan sampai menikah.
  4. Hambali: Masa ketika anak laki-laki dan perempuan kemudian diminta untuk memilih ayah atau ibu mereka.
  5. Imamiyyah: Masa pengasuhan anak laki-laki adalah 2 tahun, sedangkan anak perempuan adalah 7 tahun. Setelah itu hak ayah mencapai 9 tahun jika dia perempuan dan 15 tahun jika dia laki-laki, maka dia diminta untuk memilih siapa yang dia pilih.

Demikian artikel Duniadunia.co.id tentang Hak Asuh Anak: Sifat, Pengertian, Jenis-Jenis Menurut Syariat Islam semoga artikel ini bermanfaat untuk sobat semua.

website Pelajaran SD SMP SMA dan Kuliah Terlengkap

Materi pelajaran terlengkap

mata pelajaran
jadwal mata pelajaran mata pelajaran sma jurusan ipa mata pelajaran sd mata pelajaran dalam bahasa jepang mata pelajaran kurikulum merdeka mata pelajaran dalam bahasa inggris mata pelajaran sma jurusan ips mata pelajaran sma
bahasa inggris mata pelajaran
bu ani memberikan tes ujian akhir mata pelajaran ipa
tujuan pemberian mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan di sekolah adalah
dalam struktur kurikulum mata pelajaran mulok bersifat opsional. artinya mata pelajaran smp mata pelajaran ipa mata pelajaran bahasa indonesia mata pelajaran ips mata pelajaran bahasa inggris mata pelajaran sd kelas 1
data mengenai mata pelajaran favorit dikumpulkan melalui cara
soal semua mata pelajaran sd kelas 1 semester 2 mata pelajaran smk mata pelajaran kelas 1 sd mata pelajaran matematika mata pelajaran ujian sekolah sd 2022
bahasa arab mata pelajaran mata pelajaran jurusan ips mata pelajaran sd kelas 1 2021 mata pelajaran sbdp mata pelajaran kuliah mata pelajaran pkn
bahasa inggrisnya mata pelajaran mata pelajaran sma jurusan ipa kelas 10 mata pelajaran untuk span-ptkin mata pelajaran ppkn mata pelajaran ips sma mata pelajaran tik
nama nama mata pelajaran dalam bahasa inggris mata pelajaran pkn sd mata pelajaran mts mata pelajaran pjok
nama nama mata pelajaran dalam bahasa arab mata pelajaran bahasa inggrisnya mata pelajaran bahasa arab
seorang pengajar mata pelajaran akuntansi di sekolah berprofesi sebagai
nama mata pelajaran dalam bahasa jepang
hubungan bidang studi pendidikan kewarganegaraan dengan mata pelajaran lainnya
dalam struktur kurikulum mata pelajaran mulok bersifat opsional artinya mata pelajaran dalam bahasa arab
tujuan mata pelajaran seni rupa adalah agar siswa

You May Also Like

About the Author: Hack Adm

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *