Tanaman Tarum Kian Langka di Kab Bandung, Jejak Sejarah Terancam Hilang – Radar Bandung – Hack.AC.ID

RADARBANDUNG.ID, CITARUM — Tanaman tarum (Indigofera tinctoria) yang pernah tumbuh subur di sepanjang bantaran Sungai Citarum dan menjadi inspirasi penamaan sungai tersebut, kini semakin sulit ditemukan di wilayah Kabupaten Bandung. Kelangkaan tanaman ini diduga kuat sebagai dampak dari pesatnya pembangunan dan alih fungsi lahan di kawasan sekitar sungai.

Dulu, tanaman tarum dikenal sebagai sumber utama pewarna alami warna biru dan menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Sunda.
Selain digunakan dalam pembuatan tenun tradisional, tanaman ini juga memiliki khasiat pengobatan yang dipercaya secara turun-temurun.

“Sekarang sudah hampir tidak ada lagi tanaman tarum di bantaran Citarum. Lahannya sudah jadi kawasan perumahan, industri, dan jalan tol,” ujar Peneliti Tarum, Pataruman Indigo Eksperimental Station, Gelar Soemantri, Selasa (17/6/2025).

Ia menambahkan perubahan bentang alam juga berdampak langsung pada hilangnya spesies tumbuhan lokal.
Menurut catatan sejarah, keberadaan tanaman tarum begitu lekat dengan Sungai Citarum.
Nama “Citarum” sendiri berasal dari kata “Ci” yang berarti air, dan “Tarum”, merujuk pada tanaman pewarna biru tersebut.
“Hilangnya tanaman ini dianggap sebagai hilangnya bagian dari identitas sejarah dan budaya masyarakat Kabupaten Bandung,” ujar dia.

Gelar Soemantri menyebut tanaman tarum sebagai indikator alami kualitas lingkungan.

“Tarum hanya bisa tumbuh di tanah dan air yang sehat. Kalau dia menghilang, itu bisa jadi sinyal bahwa lingkungan kita sedang tidak baik-baik saja,” jelasnya.

Ia menjelaskan pencemaran sungai, penurunan kualitas tanah, serta maraknya pembangunan yang tidak memperhatikan konservasi menyebabkan ekosistem asli makin tergerus.
Tanaman-tanaman lokal seperti tarum tak lagi mendapat ruang untuk tumbuh dan berkembang.

“Pemerintah sebenarnya telah menggulirkan program revitalisasi melalui gerakan ‘Citarum Harum’ sejak beberapa tahun terakhir. Namun hingga kini, belum ada langkah nyata yang mengarah pada pelestarian vegetasi khas bantaran sungai seperti tarum. Fokus revitalisasi lebih banyak tertuju pada pengelolaan limbah dan normalisasi aliran sungai,” terangnya.

Beberapa kelompok warga dan pengrajin batik pewarna alami di Kecamatan Ciparay dan Majalaya kini berinisiatif membudidayakan kembali tanaman tarum dalam skala kecil.
Mereka mencoba menanamnya di pekarangan rumah dan lahan komunitas sebagai bentuk perlawanan terhadap hilangnya tanaman ini.

“Kami hanya bisa menanam sedikit karena lahannya terbatas dan tanahnya sudah kurang subur. Tapi ini penting buat kami yang ingin tetap melestarikan batik alami dari pewarna tarum,” jelasnya.

Ia juga mengungkapkan kekhawatirannya bahwa generasi muda sudah tidak mengenal lagi tarum, padahal tanaman ini punya nilai sejarah dan ekonomi tinggi jika dikembangkan dengan serius.

“Kalau tidak dimulai dari sekarang, bisa-bisa anak cucu kita hanya mengenal tarum dari buku sejarah,” ujarnya.

Pihaknya, mengatakan pemerintah daerah bisa mengambil langkah konkret untuk mengembalikan vegetasi lokal di kawasan Sungai Citarum, termasuk dengan menjadikan tarum sebagai bagian dari rencana penghijauan dan edukasi lingkungan.

“Kelangkaan tanaman tarum di Kabupaten Bandung bukan hanya persoalan ekologi, tetapi juga menyangkut warisan budaya dan identitas lokal yang semakin terpinggirkan,” pungkasnya. (kus)